Indonesia Perlu Strategi Kesehatan Global

Kajian PSKM Kemlu (Unofficial)
4 min readOct 3, 2022

--

Oleh: Naldo Helmys, Pusat Strategi Kebijakan Multilateral Kementerian Luar Negeri

Dunia berkembang. Begitu pula dengan diplomasi. Praktik hubungan antar bangsa guna mengatasi ragam persoalan bertransformasi secara signifikan. Isu-isu diplomasi tak melulu perang dan damai. Ancaman terhadap masyarakat dunia tidak saja datang dari serangan nuklir. Isu kesehatan pun dianggap penting dalam diplomasi kiwari. Lantas, bagaimana merumuskan strategi diplomasi kesehatan global Indonesia?

Dua tahun sebelum pandemi Covid-19, isu kesehatan sudah menjadi perhatian khusus Kementerian Luar Negeri Indonesia. Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan (BPPK), yang saat ini bernama Badan Strategi Kebijakan Luar Negeri (BSKLN), merilis kajian mandiri berjudul Kesehatan untuk Semua: Strategi Diplomasi Kesehatan Global Indonesia pada tahun 2018.

Tantangan kesehatan saat kajian itu dirilis antara lain tingginya kematian ibu dan anak, epidemi AIDS, tuberkulosis, malaria, gaya hidup tidak sehat, tingginya kematian akibat serangan jantung, stroke, diabetes, dan kanker, serta pandemi virus Ebola di Afrika Barat sejak 2014. Ditambah dengan dampak pandemi Covid-19 yang belum usai, ragam persoalan kesehatan itu masih perlu penanganan serius. Alhasil, strategi diplomasi kesehatan global Indonesia semakin relevan untuk digagas. Toh, kalau pun pandemi Covid-19 usai, masih perlu bersiap dengan pandemi lainnya.

Penyakit jenis baru bisa saja muncul. Namun, penyakit yang sudah terdeteksi pun masih berpeluang menjadi pandemi di masa depan. Tahun 2015 lalu, WHO dan para ahli telah mengidentifikasi 11 jenis penyakit yang berpotensi menjadi pandemi, yaitu: chikungunya, lassa fever, ebola, rift valley fever, zika, SARS, Crimean Congo hemorrhagic fever, MERS, marburg, virus nipah, dan sejumlah penyakit dengan sindrom thrombocytopenia. Dana yang dialokasikan untuk 11 penyakit ini tergolong kecil karena belum terlalu mengancam secara global. Namun, potensi ancaman tetap ada karena belum tersedianya vaksin untuk semua penyakit tersebut.

Kesehatan Global

Sekarang mari kita persempit makna kesehatan global. Koplan, et al, (2009), punya lima kategori untuk menilai definisinya. Pertama, jangkauan geografis kesehatan global fokus pada isu-isu yang baik langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan yang melampaui batas nasional. Cakupannya lebih luas dibanding kesehatan internasional yang terbatas pada masalah kesehatan di negara berpenghasilan menengah-rendah, serta kesehatan publik yang fokus pada isu kesehatan domestik.

Kedua, kesehatan global membutuhkan pengembangan dan penerapan solusi kerja sama global. Kemudian aspek ketiga, kesehatan global menargetkan program pencegahan dalam populasi dan perawatan klinis indidivu. Sedangkan aspek keempat, yang menjadi tujuan kesehatan global adalah mencapai keadilan akses kesehatan bagi semua negara dan masyarakat. Terakhir, riset kesehatan global mencakup multidisiplin ilmu, tidak hanya ilmu kesehatan.

Ada dua pendekatan dalam mengukur potensi masalah kesehatan global di masa depan. Pertama, pendekatan multilateral seperti dilakukan WHO. Menurut WHO persoalan yang harus dihadapi dunia di abad ke-21 antara lain: penyakit-penyakit rentan epidemi, penyakit-penyakit yang bersumber dari makanan, dan wabah yang tidak disengaja maupun disengaja.

Kedua, pendekatan menurut kepentingan nasional masing-masing negara. Sebagai contoh Prancis pada tahun 2017 mengidentifikasi tantangan kesehatannya sendiri seperti HIV/AIDS, bioterorisme, NCD dan kematian ibu dan anak, perubahan iklim dan kerusakan lingkungan, AMR yang diakibatkan tingkat kebersihan buruh, serta kematian karena kecelakaan kendaraan. Adanya pendekatan nasionalis ini membuat strategi kesehatan global masing-masing negara menjadi hal yang lazim.

Inggris menjadi negara pertama yang mengembangkan strategi kesehatan global dengan melibatkan kerja sama antar departemen. Mereka menerbitkan strategi pada tahun 2008 dengan lima area aksi: keamanan kesehatan global yang lebih baik; sistem kesehatan yang lebih kuat, adil, dan aman; organisasi kesehatan internasional yang efektif; perdagangan yang lebih kuat, bebas, adil untuk kesehatan yang lebih baik; dan perkuat penyusunan kebijakan dan implementasinya berdasarkan pada bukti.

Diplomasi Kesehatan Global Indonesia

Dalam konteks diplomasi ada tiga tingkatan kerja sama dalam kesehatan global yang dilakukan Indonesia, yaitu kerja sama multilateral, regional, dan bilateral. Berbagai kerja sama ini juga dimaksudkan untuk mendukung salah satu tujuan dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan (SDGs 2030) terutama health for all.

Di tingkat multilateral, Indonesia telah mengambil peran dalam berbagai forum, antara lain: Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Agenda Keamanan Kesehatan Global (GHSA), Organisasi Kerja Sama Islam (OIC), Komite Internasional Medis Militer (ICMM). G20, Kebijakan Luar Negeri dan Kesehatan Global (FPGH), Forum Pangan, dan Program HIV/AIDS PBB (UNAIDS).

Kemudian di tingkat regional, Indonesia mengambil peran dalam WHO Asia Tenggara (WHO SEARO), ASEAN, dan Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Sedangkan pada tingkat bilateral berbagai kerja sama telah dijalin setidaknya dengan Timor Leste, Brunei, China, Australia, Qatar, Swedia, Kuba, Denmark, Arab Saudi, Uzbekistan, Vietnam, Turkiye, Korea Selatan, Belanda, dan Iran per tahun 2018.

Secara umum area kerja sama yang dibangun meliputi pencegahan dan pengendalian penyakit menular dan tidak menular. Kemudian juga dibangun kerja sama di bidang penguatan sistem kesehatan, kesehatan digital, pengiriman tenaga kesehatan, pengembangan SDM kesehatan, kefarmasian dan alat kesehatan, kerja sama di perbatasan, hingga jaminan kesehatan semesta.

Kajian yang dihasilkan Kemlu mengenai kesehatan global telah menyusun berbagai rekomendasi kebijakan. Pertama, di tingkat multilateral, Indonesia perlu mempertahankan keaktifannya pada agenda setting dan decision process isu kesehatan global. Kedua, di tingkat regional, Indonesia perlu memprioritaskan area kerja sama teknis terutama di bawah WHO SEAR dan ASEAN agar dampaknya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat di kawasan. Ketiga, kerja sama bilateral perlu membangun dan menambah mitra strategis di bidang kesehatan.

Tentunya dalam menyusun rekomendasi ke depan perlu pula diantisipasi berbagai tantangan di tingkat nasional, khususnya kesiapan industri farmasi dalam negeri. Apa saja tantangan tersebut? Simak lebih lanjut dalam kajian Kesehatan untuk Semua: Strategi Diplomasi Kesehatan Global Indonesia.*

Artikel ini dibuat secara mandiri untuk mempopulerkan kajian-kajian yang dihasilkan Pusat Strategi Kebijakan Multilateral (PSKM)Kementerian Luar Negeri, bukan rilisan resmi PSKM maupun unit kerja lainnya di Kementerian Luar Negeri. Dibuat untuk tujuan sosialisasi dan edukasi publik.

--

--

Kajian PSKM Kemlu (Unofficial)
Kajian PSKM Kemlu (Unofficial)

Written by Kajian PSKM Kemlu (Unofficial)

Memperkenalkan publik pada Pusat Strategi Kebijakan Multilateral Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia

No responses yet